JAKARTA (BJN) - Ketua Dewan Pers Indonesia (DPI) Heintje G. Mandagie kembali menyorot kebijakan Pemerintah Daerah Gorontalo, pasalnya Pemerintahan tersebut dikabarkan akan membentuk Perbub terkait belanja jasa media, yang ditengarai menabrak Undang-undang, hal tersebut diungkapkan pada Minggu 1/11/2020.
Konon kebijakannya yang akan membatasi kemitraan dengan perusahaan Pers, kini menjadikan keresahan di kalangan wartawan Pemda Kabupaten Gorontalo.
Dikabarkan, "saat ini sedang membuat rancangan Peraturan Bupati yang akan mengatur salah satu syarat kemitraan perusahaan Pers, harus memenuhi kualifikasi terdaftar di Dewan Pers".
Menanggapi persoalan ini, Heintje G. Mandagie Ketua Dewan Pers Indonesia (DPI) meminta Bupati Gorontalo membatalkan rancangan peraturan tersebut.
Ia mengatakan, pemilik Perusahaan Pers dan wartawan yang bekerja di dalamnya adalah bagian dari masyarakat yang ikut membayar pajak dan menggaji Kepala Dinas dan Bupati, jadi kebijakan Pemerintah jangan sampai mencederai masyarakat dengan aturan yang diskriminatif, "tegas Heintje G. Mandagie".
Dalam siaran pers yang dikirim ke Redaksi Berita Jejaring Net 1/11/2020, Heintje G. Mandagie mengatakan, kebijakan pembatasan kemitraan dengan menggunakan dasar verifikasi Perusahaan Pers di Dewan Pers justru menandakan Pemda Kabupaten Gorontalo tidak paham perundang-undangan.
Karena rancangan Perbup tersebut menurutnya, berpotensi melanggar aturan yang lebih tinggi yakni UUD. 1945, khususnya Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28H Ayat (2), Pasal 28I Ayat (2) dan (4) serta Pasal 33 Ayat (4).
Peraturan Bupati seharusnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, "Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan". Jadi keberadaan peraturan Bupati harus memiliki alas hukum agar peraturan perundang-undangan yang dimaksud diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, jelasnya.
Dia juga mengatakan, dasar hukum yang digunakan oleh Pemda Kabupaten Gorontalo dalam menyusun peraturan Bupati terkait pengaturan kemitraan dengan perusahaan Pers adalah Peraturan Dewan Pers Nomor 04/Peraturan-DP/III/2008 Tentang Standar Perusahaan Pers.
Dewan Pers itu adalah lembaga independen dan bukan lembaga pemerintahan, sehingga peraturan Dewan Pers tidak mengikat untuk diterapkan menjadi salah satu dasar hukum di dalam membuat peraturan bupati, "terang Heintje G. Mandagie".
Di samping itu ia mengungkapkan, pernyataan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Gorontalo Haris Suparto Tome kepada wartawan, bahwa kemitraan yang dibangun dengan perusahaan pers lebih menitik beratkan pada aspek efisiensi dan efektifitas, justru berbanding terbalik dengan kebijakan yang dibuatnya.
Ada banyak media yang terverifikasi tapi memiliki rating pembaca lebih rendah dibanding dengan media non verifikasi. Artinya kerja sama menjadi tidak efektif dan efesien jika menggunakan standar peraturan Dewan Pers, ungkapnya.
Seharusnya sebagai Ketua Umum Forum Kepala Dinas Kominfo Kabupaten/Kota se-Indonesia, yang bersangkutan lebih paham tentang Undang-Undang Pers karena memiliki wawasan luas dan sering bersentuhan dengan Pers, imbuhnya.
Heintje G. Mandagie juga menerangkan, operasioal Perusahaan Pers itu mengikuti hukum ekonomi, dalam hal ini pembaca atau pemirsa dan penguna jasa periklanan adalah penentu pasar.
Jadi Pemerintah tidak perlu sibuk mengatur hal itu, karena Perusahan Pers sama dengan jenis usaha lainnya yang harus dikelola secara profesional, pilihan nantinya ada pada masyarakat termasuk Pemda, siapapun berhak memilih bekerja sama dengan media yang dianggap memiliki rating tinggi dan kualitas pemberitaan yang baik
Parameternya sangat jelas ada lembaga yang membuat riset tentang rating pemirsa dan rating pembaca.
Jadi Pemda bisa menggunakan itu sebagai acuan melakukan kerja sama agar setiap media berlomba dan berusaha meningkatkan kualitas, sehingga tidak perlu diatur dengan Peraturan Bupati, pungkasnya.
Jurnalis: Novel Ruchyadi
Editor: Redaksi