(Foto.Redaksi)
JAKARTA (BJN) - Jajaran pengurus Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) versi SK Kementrian Hukum dan HAM RI kembali menanti putusan pengadilan terkait gugatan keabsahan kepengurusan organisasi ini sejak diobok-obok dengan gugatan perdata dan laporan pidana dari 10 tahun yang lalu.
Deretan gugatan demi gugatan sejak 10 tahun lalu terkait perkara APKOMINDO cukup menguras pikiran, tenaga, dan waktu, bahkan finansial dari seluruh pihak yang terlibat.
Hal itu diakui Ketum APKOMINDO Soegiharto Santoso versi SK Menkum HAM RI.
Dalam berbagai kesempatan, Soegiharto sering membeberkan kepengurusan APKOMINDO yang dipimpinnya terus saja diobok-obok para mantan pengurus yang tidak mau legowo melepaskan tongkat estafet kepengurusan APKOMINDO kepada para kader penerus yang telah diakui resmi oleh negara melalui SK Dirjen AHU Menkum HAM RI.
Kali ini lawan yang dihadapinya tak tanggung-tanggung adalah pengacara kondang Otto Hasibuan. Meskipun sudah mengantongi sejumlah kemenangan dalam beberapa gugatan terkait perkara APKOMINDO, Soegiharto yang juga berprofesi sebagai wartawan media BISKOM dan Ketua Dewan Pengawas LSP Pers Indonesia, mengaku cukup heran ketika pihaknya kalah dua kali di tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam gugatan yang dilayangkan pihak lawan yang mengaku Pengurus Versi Munaslub 2015.
Menurut Hoky, sapaan akrabnya, pihak pengacara lawan Otto Hasibuan memenangkan perkara tersebut ternyata menggunakan data palsu dan susunan kepengurusan yang berbeda dalam perkara yang sama.
Atas fakta inilah dirinya melayangkan gugatan di PN Jakarta Pusat. Hoky bahkan sempat menantang Otto Hasibuan debat terbuka untuk membedah kasus APKOMINDO yang dibelanya dengan dua kepengurusan berbeda dalam perkara yang sama dan menurutnya ajaib perkara itu bisa dimenangkan di tingkat PN JakSel dan PT DKI Jakarta, sehingga saat ini Hoky sedang mengajukan upaya hukum Kasasi.
Bagaimana mungkin perkara ini bisa dimenangkan di PN JakSel dan di tingkat PT DKI Jakarta, padahal dalam surat eksepsi dan jawaban perkara tersebut, Otto Hasibuan dan rekannya mencantumkan nama pengurus versi Munaslub APKOMINDO 2015 terpilih adalah Ketum Rudi Rusdiah, Sekjend Rudy D. Muliadi, dan Bendahara Umum Ir. Kunarto Mintarno, kemudian pada surat Kontra Memori Kasasinya Otto dan rekannya menuliskan kepengurusan berbeda yaitu Ketum terpilih adalah Rudy D. Muliadi dan Sekjend menjadi Faaz Ismail.
"Penggunaan data palsu inilah yang saya tantang Otto Hasibuan debat terbuka sejak tanggal 25 Agustus 2021 lalu, namun sangat disayangkan yang bersangkutan tidak berani menerima tantangan saya", kata Hoky melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi, Jumat 3/9/2021.
Hoky yang telah terpilih secara sah sebagai Ketua Umum APKOMINDO untuk masa bakti tahun 2015 - 2019 dan terpilih lagi untuk masa bakti tahun 2019 - 2023, merasa kepengurusan APKOMINDO tidak berhenti diganggu oleh pihak lawan dengan cara menggunakan peradilan sebagai alat.
"Saya prihatin jika benar terbukti apa yang dikatakan Menkopolhukam Mahfud MD di media bahwa hukum di negeri ini bisa diperjual-belikan. Perkara APKOMINDO ini bisa jadi salah satu buktinya, karena terbukti saya tidak bersalah tapi bisa ditahan selama 43 hari", tandas Hoky, yang kini mengenyam pendidikan hukum semester dua di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM Jakarta.
Hoky menuturkan, perkara APKOMINDO ini berawal dari penyelenggaran Munaslub pada tahun 2015 yang dianggap melanggar AD & ART APKOMINDO. Dikatakan, satu persatu pihak DPP APKOMINDO yang terlibat dalam Munaslub tersebut telah mengundurkan diri, antara lain Rudi Rusdiah selaku Ketum, Suharto Juwono sebagai Bendahara, lalu Kunarto Mintarno sebagai Bendahara yang sebelumnya sempat menggantikan Suharto, serta Faaz Ismail ikut mundur dari jabatan sebagai Sekretaris Jenderal.
Bahkan menurut Hoky, Rudi Rusdiah telah 3 (tiga) kali hadir menjadi saksi bagi APKOMINDO versi SK Menkum HAM yang dipimpinnya.
Saat ini, lanjut Hoky, pihaknya sedang menantikan putusan perkara APKOMINDO dalam sidang putusan yang akan digelar pada Rabu 8/9/2021 pekan depan. (***)
Redaksi: Novel Ruchyadi