-->
  • Jelajahi

    Copyright © Berita Jejaring
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Top ads

    PENDIDIKAN

    Dewan Pers Indonesia Tolak Penyelesaian Kasus Edi, Gunakan UU Pers

    Redaksi
    Sabtu, 29.1.22 WIB Last Updated 2022-01-29T09:53:40Z

    Heintje Mandagi, Ketua Dewan Pers Indonesia (DPI)/ (Foto.Redaksi)

    JAKARTA (BJN) - Heintje Mandagi, Ketua Dewan Pers Indonesia (DPI) menolak keras permintaan kuasa hukum Edi Mulyadi (Herman Kadir), untuk menyelesaikan kasus ujaran kebencian menggunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. 

    Peristiwa hukum yang terjadi dan menyebabkan Edi Mulyadi dilaporkan ke Polisi, menurut Mandagi, bukan karena masalah pemberitaan pers yang dipersoalkan pelapor.

    Namun lebih karena pernyataan Edi Mulyadi, tentang Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai macan yang jadi mengeong dan mengenai wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai tempat "Jin Buang Anak", sehingga menjadi aneh apabila Ibu Kota Negara dipindahkan ke wilayah tersebut.

    Edi Mulyadi juga mengatakan, bahwa segmentasi orang-orang di Kalimantan Timur (Kaltim) adalah "kuntilanak" hingga "genderuwo".

    Kata Mandagi, persoalan yang menjadi delik pers apabila media membuat berita tentang sebuah peristiwa atau keterangan nara sumber, lalu pemberitaannya merugikan pihak yang terkait dalam berita tersebut. 

    "Persoalan Edi Mulyadi itu bukan sengketa pers sebagaimana diatur dalam UU Pers, melainkan gugatan pidana pelanggaran UU ITE yang dilaporkan oleh orang yang merasa dirugikan", terang Heintje Mandagi, Ketua Dewan Pers Indonesia yang juga Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia melalui siaran pers ke redaksi, Sabtu 29/01/2022.

    Kuasa hukum Edi Mulyadi, menurutnya jangan menjadikan UU Pers sebagai tameng untuk melindungi perbuatan Edi Mulyadi yang tidak ada kaitan dengan kegiatan jurnalistik. 

    Bahwa ada informasi Edi Mulyadi diundang di kegiatan itu sebagai wartawan senior dan menjadi nara sumber. Menurut Heintje Mandagi itu adalah hal yang sudah jelas tidak terkait pemberitaan atau kegiatan jurnalistik yang dijalankan Edi Mulyadi.

    "Kecuali Edi Mulyadi diundang meliput, dan membuat berita seperti itu nah kejadiannya dia sebagai nara sumber yang berbicara sebagai kapasitas pribadi bukan sebagai wartawan peliput", ungkapnya. 

    Dikatakan juga, perlindungan bagi wartawan menurut UU Pers berlaku jika terkait dengan peliputan dan pemberitaan yang dilalukan wartawan melalui proses mencari dan menulis berita, kemudian mempublikasikannya. 

    "Perlindungan terhadap Edi Mulyadi jika karena salah menulis berita dan dikenakan pasal kewajiban koreksi dan hak jawab", ujarnya. 

    Sebagai sesama wartawan Heintje Mandagi berharap penyelesaian perkara Edi Mulyadi ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. 

    "Edi Mulyadi, punya hak untuk menyampaikan kritik dan pendapat yang dijamin UU dan hak Azasi Manusia, namun jika pendapat dan kebebasan menyampaikan pendapat merugikan dan menyinggung banyak orang, sebaiknya minta maaf ke publik", kata dia menyarankan.
    Gusti Suryadarma, Ketum PWMI/ (Foto.Redaksi)

    Pada kesempatan terpisah, Wartawan Senior asal Kalimantan. Gusti Suryadarma juga menolak jika kuasa hukum Edi Mulyadi, menjadikan UU Pers sebagai tameng hukum untuk melindungi kliennya dari jerat hukum UU ITE tentang ujaran kebencian. 

    Gusti Suryadarma yang juga menjabat Ketua Umum Persatuan Wartawan Media Mingguan ini menolak permintaan penyelesaian kasus Edi Mulyadi menggunakan UU Pers. 

    "Ini namanya ngawur. Edi Mulyadi itu narasumber (saat berbicara) bukan (pihak) yang menyebarkan jangan bawa-bawa Pers lah", pinta Gusti. 

    Sebagai informasi, kasus Edi Mulyadi ini mencuat setelah cuplikan video berisi pernyataannya yang mempermasalahkan pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan beredar luas di media sosial. (***)

    Sember: Heintje Mandagi Ketua Dewan Pers Indonesia (DPI)
    Redaksi: Novel Ruchyadi
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini