JAKARTA (BJN) - Bupati Kuningan H. Acep Purnama menyadari kekuatan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat terletak pada sektor pertanian. Sebagian sektor pertanian itu ada di desa, bukan di kota.
Oleh karena itu, Acep Purnama “keukeuh” membangun Kuningan mulai dari desa. Ini merupakan warna pembangunan dari kepemimpinan Acep yang kini memimpin Kabupaten Kuningan, periode 2018-2023.
Arah membangun mulai dari desa itu cocok dengan Kabupaten Kuningan yang dikenal sebagai daerah agropolitan dan wisata. Kedua sektor itu menjadi andalan pendapatan daerah. Dan, basis dari kedua sektor itu adalah pertanian.
“Kami melakukan berbagai inovasi, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, pengusaha, dan media dalam membangun pertanian, khususnya pangan di Kabupaten Kuningan,” kata Bupati Acep Purnama di hadapan Tim Juri Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2023 di Jakarta beberapa waktu lalu.
Hasil kebijakan Acep Purnama telah terlihat. Padi sawah dan ubi jalar, misalnya, paling menonjol dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya. Produktivitas pertaniannya maju antara lain karena didukung oleh sistem pengairan yang bagus dan inovasi.
Beberapa industri pangan telah beroperasi di kabupaten ini. Orientasinya ekspor ke pasar luar wilayah, bahkan ke pasar global. Produk unggulannya di antaranya industri minyak atsiri dan pasta ubi jalar, sirup jeruk nipis, tape ketan, dan bawang goreng,
Saat presentasi di hadapan Tim Juri Anugerah Kebudayaan PWI Pusat, Acep Purnama menggelar beberapa produk unggulan yang telah dihasilkan oleh Kabupaten Kuningan belakangan ini.
“Pasta ubi jalar telah diekspor sampai ke Korea Selatan dan Jepang,” ujar Bupati Kuningan itu dengan bangga. Ia tampil dengan busana khas Sunda saat menyampaikan presentasi.
Saking produktifnya ubi jalar yang dihasilkan, Kabupaten Kuningan sampai dijuluki sentra produksi ubi jalar di Jawa Barat. Dari ubi jalar ini telah dihasilkan kuliner seperti bolu ungu tanpa pengawet, pasta ubi jalar yang telah berhasil menembus ekspor ke Jepang dan Korea Selatan, lalu ada keripik ubi ungu.
“Kami juga berhasil membuat nasi liwet instan, yaitu racikan nasi yang terdiri dari beras, sereh, lengkuas, pete, ikan dan rempah-rempah lainnya, dan siap dikukus hanya beberapa menit saja seperti halnya mie instan. Produk Liwet Instan dari Kuningan ini dijual secara online di Bukalapak, seperti Liwet Priuk, Si Demplon, dan Si Cumi,” ungkap Acep bangga.
Melihat pangan lokal yang cukup berpotensi, Pemerintah Kabupaten Kuningan telah mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 30 Tahun 2017 tentang Penggunaan Pangan Pituin (pangan lokal) di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan. Pangan Pituin itu antara lain, ganyong, ubi jalar, ubi kayu, gadung, dll.
Melalui Perbup tersebut, Bupati mengimbau seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) supaya menyediakan Pangan Pituin sebagai kudapan di setiap acara apa pun.
“Semuanya wajib dijadikan konsumsi dalam lingkup kedinasan baik tingkat kabupaten, kecamatan dan desa /kelurahan, juga para pengusaha hotel dan restoran di Kuningan,” kata Bupati Acep.
“Pangan Pituin tersebut disediakan langsung atau bisa dipesan pada kelompok pengolah pangan lokal atau Kelompok Wanita Tani (KWT) atau sumber lainnya,” ucapnya.
Masih berkaitan dengan pangan, Pemerintah Kabupaten Kuningan giat mempromosikan pangan lokal secara nasional, terstruktur dan berkelanjutan melalui berbagai media elektronik, media massa, penyuluhan, dan lainnya.
Gerakan pangan lokal menjadi snek utama dalam beragam kegiatan dan mengembangan outlet-outlet pangan lokal gencar dilakukan.
Kabupaten Kuningan juga terkenal dengan berbagai event budayanya yang berakar kuat pada budaya agraris. Ada “Seren Taun”, yaitu upacara adat panen padi masyarakat Sunda (Kuningan) yang dilakukan setiap tahun.
Seren Taun adalah upacara adat syukuran dari masyarakat agraris. Upacara ini diramaikan ribuan masyarakat, bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan mancanegara.
Desa adat Sunda yang menggelar Seren Taun tiap tahunnya yaitu di Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Lalu ada upacara “Babaritan”, yakni ritual tahunan adat Suku Sunda Kuningan yang dilaksanakan pada hari bulan dan tempat yang sama setiap tahun, yaitu pagi hari Jumat Kliwon pada bulan Maulid.
Sedangkan tempatnya dilaksanakan di tempat-tempat keramat atau petilasan atau kuburan leluhur yang diawali dengan “Sedekah Ketupat” pada hari Rabu Wekasan.
Event lainnya “Cingcowong”, yaitu upacara di Desa Luragung Landeuh, yaitu permohonan kepada Tuhan yang Maha Esa agar segera diturunkan hujan ketika terjadi kemarau berkepanjangan.
“Sedekah bumi”, yaitu salah satu upacara adat berupa prosesi serahan hasil bumi dari masyarakat kepada alam. “Upacara ini ditandai dengan pesta rakyat yang diadakan di balai desa atau lahan pertanian maupun tempat-tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat,” jelas Bupati.
Masih berkaitan dengan air, masyarakat Kuningan menggelar upacara “Kawin Cai”, yaitu upacara yang memohon agar air yang menjadi sumber utama dalam pengairan dilestarikan dan dijaga adat tradisinya supaya air pun tetap bersahabat dengan manusia. (*)
Keterangan foto:
1. Bupati Kuningan H. Acep Purnama (Foto: Malik PWI)
2. Bersama Tim Juri: Ki-ka: Agus Dermawan T, Yusuf Susilo Hartono, H. Acep Purnama, Nungki Kusumastuti, Atal S. Depari, dan Ninok Leksono. ( Foto:Malik)
3. Suasana saat Bupati Kuningan H. Acep Purnama, presentasi di depan Tim Juri AK-PWI di kantor PWI Pusat, Januari lalu. ( Foto: Malik).
Sumber : Bunai. PWI Kota Bogor
*** : Deri
Redaksi : Novel Ruchyadi