JAKARTA (BJN) - Dari sekian ribu Lembaga Sertifikasi Profesi yang terlisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi – BNSP ternyata ada LSP yang pengurus dan asesornya dilarang terima honor. Larangan itu bukan merupakan regulasi pihak BNSP melainkan dari ketetapan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia – BPK RI. Fakta ini ternyata menimbulkan persoalan serius bagi LSP P1 dari Perguruan Tinggi Negeri dan LSP SMK Negeri.
Persoalan itu mencuat saat Pelatihan Pengelolaan Lembaga Sertifikasi Profesi Angkatan II yang dilaksanakan BNSP di Hotel Mercure, Gatot Subroto, Jakarta Selatan dari tanggal 5-9 Juni 2023. Anggota Komisioner BNSP Mohammad Zubair yang menjadi salah satu pembicara, mengungkapkan, asesor dari LSP P 1 Sekolah Menengah Kejuruan dilarang menerima honor saat melaksanakan asesmen. Larangan itu, menurutnya berawal dari pemeriksaan BPK terhadap sejumlah LSP SMK yang membayar honor asesor.
“Seluruh honor yang diterima selama melaksanakan asesmen sebelum-sebelumnya pun harus dikembalikan oleh asesor karena menjadi temuan BPK. Guru yang merupakan asesor dianggap sudah menerima gaji sebagai PNS, jadi tidak boleh menerima honor lagi,” tutur Zubair dengan nada serius, saat menjadi pembicara pada hari kedua pelatihan.
Zubair juga menambahkan, hal itu juga berlaku bagi LSP P1 Perguruan Tinggi. “Baik asesor maupun direkturnya tidak boleh menerima honor dari LSP karena dianggap sudah mendapat dari gaji sebagai guru atau dosen. Saya kasihan juga,” ujar Zubair.
Zubair yang aktif di bidang peningkatan kompetensi tenaga kerja Indonesia ini, juga mengatakan, ada LSP Polri dan LSP KPK yang tidak ikut dilarang menerima honor bagi pengurus dan asesornya yang berasal dari staf KPK dan polisi aktif.
Senada dengan itu, dua orang peserta pelatihan dari LSP SMK dan LSP Perguruan Tinggi yang tidak bersedia namanya diekspos, mengaku prihatin atas kebijakan larangan menerima honor bagi asesor dan pengurus LSP sektor pendidikan oleh BPK. “Kami merasa didiskriminasi. Kan KPK dan Polri punya LSP namun pengurus dan asesornya tidak dilarang menerima honor, padahal sama-sama menerima gaji dari negara setiap bulan,” ujar salah satu peserta Pimpinan LSP SMK, menahan emosi.
Akibat larangan menerima honor ini, kata dia lagi, banyak LSP SMK yang nyaris mati suri. “Guru-guru yang menjadi asesor atau pengurus seperti enggan menjalankan tugas sebagai asesor dan pengurus karena harus menjalankan tugas di luar jam kerja namun tidak dibayar,” ungkapnya dengan mimik wajah sedih.
Pada kesempatan pelatihan Pengelolaan LSP Angkatan II yang digelar BNSP ini, turut pula dihadiri sejumlah pimpinan LSP dari berbagai daerah. Tak ketinggalan Ketua LSP Pers Indonesia, Hence Mandagi turut diundang khusus mengikuti pelatihan ini.
“Ini menjadi kehormatan bagi kami diundang ikut pelatihan dari sekian ribu LSP dan dapat giliran angkatan ke dua. Dan materi yang kami terima selama pealtihan ini banyak sekali manfaat dan ilmu yang diserap, baik dari pemateri dan sharing pengalaman dari sesame peserta,” ungkap Mandagi, yang juga menjabat Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia, pada Kamis (8/6/2023).
Sementara itu, Pimpinan LSP Certif, I Nyoman Yudiarsa banyak membagi pengalaman sebagai salah satu LSP paling senior di BNSP. Pelatihan pegelolaan LSP ini, kata Yudiarsa, banyak mengarahkan pengurus LSP untuk membuat rencana staregi, rencana kerja, dan manajemen mutu, serta peningkatan pelayanan kepada user.
Pihak BNSP mengahdirkan dua pembicara professional dan sangat berpengalaman pada pelatihan ini, Ir. Muhammad Najib, MBA dan Dr. Nurul Indah Susanti, M.Psi. Pada pembukaan pelatihan dihadiri langsung Ketua BNSP Kunjung Masehat, SH, MM, Anggota Komisioner BNSP Mulyanto, dan Koordinator Bidang Lisensi BNSP, Lamria Napitupulu, SE, MM. Tak ketinggalan staf BNSP bagian lisensi Samuel S.N. (Hen)***
Sumber : Heintje G Mandagie
*** : Deri
Redaksi : Novel Ruchyadi